Sejarah
Wildan Ramdhani: Pencetak Gol Ke-1.000 Persebaya
Persebaya Surabaya pada akhirnya menelan kekalahan kandang perdana dengan skor 1-2 atas Persikabo 1973 di pekan ke-tujuh BRI Liga 1 2023/24 pada tanggal 4 Agustus 2023. Kekalahan ini berujung diistirahatkannya Aji Santoso menjadi pelatih Persebaya dan pada akhirnya memberhentikan pria asal Kepanjen ini sebagai pelatih kepala.
Namun ada sebuah catatan milestone yang ditorehkan di laga ini. Wildan Ramdhani mencatatkan namanya kedalam buku sejarah Klub Persebaya Surabaya. Sontekannya di menit ke-90+1 membawa namanya tercatat sebagai pencetak gol ke-1.000 bagi Tim Bajul Ijo sejak berkompetisi di Liga Indonesia 1994/95.
Data ini diolah dan disajikan oleh #StatsRawon untuk Persebaya Surabaya dan Bonek.(dpp)
Sejarah
11 Detik: Gol Tercepat Persebaya di Liga Indonesia
Muhammad Iqbal mencetak gol cepat di detik ke-11 saat Persebaya menang 2-1 atas PSS Sleman di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya pada lanjutan BRI Liga 1 2023/24 pada tanggal 3 Maret 2024. Gol ini sangat indah karena dicetak melalui tendangan keras kaki kiri Iqbal dari sisi kanan luar kotak penalti lawan.
Gol ini sekaligus menandai runtuhnya 29 tahun rekor pencetak gol tercepat Persebaya Surabaya di Liga Indonesia. Sebelumnya rekor pencetak gol tercepat sepanjang masa Persebaya Surabaya di Liga Indonesia dicatatkan oleh Winarno di detik ke-25 saat mengalahkan Persipura Jayapura dengan skor akhir 3-5 di Stadion Mandala, Jayapura di putaran kedua Liga Dunhill I 1994/95 pada tanggal 14 Agustus 1995. (dpp)
Sejarah
Gol Ke-200 Persebaya Di Liga 1
Persebaya menang besar dengan skor 0-5 di pekan ke-19 BRI Liga 1 2022/23 atas tuan rumah Persita Tangerang di Indomilk Arena, Tangerang (18/01). Gol pembuka Tim Bajul Ijo dicetak oleh Marselino Ferdinan pada menit ke-27.
Gol ini dicetak melalui tendangan roket dari anak muda yang identik dengan jersey bernomor punggung tujuh. Tendangan khas seorang Marselino Ferdinan yang masih berusia 18 tahun. Disini mentalitas dan pengalaman berbicara. Selain proses gol yang indah, gol ini merupakan gol ke-200 Persebaya Surabaya sejak promosi dan berkompetisi di Liga 1 musim 2018. (dpp)
Sejarah
Aksi Boikot Sepak Bola di Surabaya Mei 1932
Membaca berita hari-hari ini tentang Persebaya, ingatan melayang pada apa yang terjadi di persepakbolaan Surabaya 90 tahun yang lalu. Pada Mei 1932 terjadi peristiwa yang menggegerkan dunia sepak bola sekaligus dunia perpolitikan di Surabaya. Bayangkan, ada sebanyak 48 organisasi yang memboikot turnamen sepak bola antar kota, Stedenwedstrijden, yang digelar oleh Nederlandsch Indische Voetbal Bond (NIVB).
Kenapa memboikot? Karena ada tulisan Bekker, pegawai Soerabaia Voetbal Bond, di D’Orient edisi 2 April 1932 yang menyebutkan bahwa sepak bola adalah hak istimewa warga Eropa atau kulit putih. Oleh karena itu NIVB tidak perlu mengundang wartawan Sin Tit Po dan Pewarta Soerabaia, dua surat kabar berbahasa Melayu yang terbit di Surabaya, untuk meliput turnamen tersebut. Alasannya karena mereka sering mengritik sepak bola Belanda di tulisan-tulisan mereka.
Karuan saja tulisan bernada rasis itu direspon oleh Liem Koen Hian sebagai hoofdredacteur (pemimpin redaksi) koran Sin Tit Po. Ia menulis seruan boikot turnamen pada artikelnya di Sin Tit Po tanggal 14 April 1932:
“Publiek boekan bangsa Eropa! Ingetlah selaloe itoe gebed: KITA TIDA NONTON STEDENWEDSTRIJDEN. Ini moesti djadi salah satoe batoe fondament dari itoe barisan bangsa berwarna.”
Harap maklum kalau darah Liem Koen Hian mendidih, karena ia sudah banyak dipengaruhi oleh ide-ide dr. Tjipto Mangoenkoesoemo mengenai Indisch Burgerschap, bahwa golongan peranakan, termasuk Tionghoa peranakan adalah juga bagian dari rakyat pribumi dan karenanya akan menjadi warga negara Indonesia jika bangsa Indonesia merdeka.
Provokasi Liem Koen Hian berhasil. Kawan dekatnya, Radjamin Nasution, pemimpin Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB), cikal bakal Persebaya, mendukung idenya. Surat kabar Soeara Oemoem milik dr Soetomo, Koran Al Jaum milik Alamoedi dan kelompok Arab Surabaya mendukung seruan Liem Koen Hian tersebut.
8 Mei 1932, terlihat kesibukan di Nan Yang Societeit, tempat pertemuan komunitas Tionghoa di Surabaya yang didirikan oleh Liem Koen Hian. Di sana dilakukan rapat yang dipimpin oleh Liem Koen Hian dan dihadiri oleh wakil dari 48 organisasi di Surabaya. Mereka tengah merencanakan aksi besar berupa boikot.
Walaupun sempat ditegur Polisi Rahasia Hindia Belanda, rapat menghasilkan keputusan penting: mereka akan membuat turnamen sendiri. Turnamen diikuti oleh enam kesebelasan, yaitu Soerabajasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB), Indonesische Marine XI, PIVB XI, Chineesch XI, Arabsich XI dan Poetra Maloeka XI. Hasil keuntungan dari turnamen, separuhnya diberikan kepada SIVB dan sisanya untuk membantu para penganggur, anak yatim dan membantu Poliklinik Muhammadiyah Surabaya.
Turnamen sukses diadakan 13-16 Mei 1932 di lapangan sepak bola SIVB di Pasar Turi. Sukses pula menggembosi turnamen NIVB yang walaupun telah memberikan karcis harga diskon tapi tidak mampu mendatangkan banyak suporter dan penonton. Harap diketahui bahwa lapangan Pasar Turi tidaklah seterkenal lapangan yang digunakan oleh NIVB yaitu Lapangan Ketabang yang sekarang menjadi lokasi THR itu.
Siauw Giok Tjhan menulis dalam memoarnya bahwa saat itu ia ditugaskan piket untuk berdiri dekat loket di Lapangan Ketabang. Di sana ia mengimbau supaya calon pembeli karcis pertandingan lebih baik menonton sepak bola di Lapangan Pasar Turi saja karena tokoh-tokoh Surabaya bermain di sana. Karena kurang hati-hati ia dipergoki oleh Necker, ketua NIVB yang sekaligus wartawan Soerabajasch Handelsblad. Juga oleh Dr. Zijp, pengurus NIVB yang juga menjabat sebagai Direktur HBS. Karuan saja Siauw Giok Tjhan digelandang ke kantor polisi. Di sana ia bertemu dengan Liem Koen Hian yang sudah lebih dulu diciduk polisi Hindia Belanda. Ia memang akhirnya dibebaskan karena memang tidak menggunakan kekerasan dalam menjalankan aksinya, tetapi ia sempat dihukum oleh HBS, sekolahnya.
Liem Koen Hian sempat ditahan semalam, tapi masih sempat mengikuti pertandingan eksibisi dengan para tokoh pergerakan Surabaya pada 16 Mei 1932. Ia bermain dengan para tokoh Tionghoa, Arab dan Maluku di tim Voormannen-elftal Tionghoa Arab Maluku. Kwee Thiam Tjing (alias Tjamboek Berdoeri) mencatat bahwa ia juga bermain di tim itu bersama Boen Liang, Alamoedi, A.R. Baswedan, Jonoes Sijaranamual. Hanya Joenoes yang bisa bermain sepak bola karena ia pemain kesebelasan semi-profesional, sedang lainnya hanya penggembira saja. Begitu juga lawan mereka, tim Voormannen-elftal Indonesier beranggotakan Radjamin Nasution, Roeslan Wongsokoesoemo, Gondo, Tjindarboemi, Soedirman (kelak sebagai Residen Surabaya) dan Pamoedji, para tokoh nasionalis Surabaya.
Nyonya Liem Koen Hian dan Nyonya Soedirman bertugas menendang bola pertama untuk memulai pertandingan eksibisi itu. Tjamboek Berdoeri menulis bahwa setelah main belum cukup setengah jam, para pemain sudah ngos-ngosan dan terpincang-pincang jalannya seiring dengan keringat yang mengucur deras. Tentu saja pemandangan itu mengundang tawa para penontonnya.
Baru setelahnya, pertandingan final yang sebenarnya dimulai dan berjalan dengan sangat menarik. Penonton puas dan hasil penjualan karcis tidak mengecewakan.
Liem Koen Hian harus menghadapi sidang pengadilan atas provokasi aksi boikotnya tersebut. Mohamad Hoesni Thamrin adalah salah satu anggota Volksraad yang memperjuangkan pembebasannya. Lepas dari tuntutan pengadilan, pada tanggal 25 September 1932, Liem Koen Hian dan kawan-kawannya mendirikan Partai Tionghoa Indonesia. Sebuah partai yang mengusung ide Nasionalisme Indonesia, bahwa orang Indonesia keturunan Tionghoa adalah juga seorang bangsa Indonesia dan turut berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.
***
Aksi boikot sepak bola di atas adalah penggalan sejarah yang menarik. Alih-alih sebagai mesin kapitalisme yang hanya menuntut kemenangan dalam setiap pertandingan sebagai cara mendatangkan cuan dan kebanggaan, warga Surabaya harus mengerti sejarah klub Persebaya sebagai alat perjuangan, persatuan dan solidaritas rakyat terjajah menghadapi kolonialis Belanda.
Sebagai alat perjuangan, persatuan dan solidaritas, maka tentu saja dibutuhkan kesehatian antara pemain, pengurus dan suporter. Sebagaimana aksi boikot 1932, kesehatian bisa dibangun karena ada musuh besar bersama yang dihadapi oleh publik Surabaya, yaitu rasisme dan kolonialisme. Mungkin sekarang perlu dibicarakan apa musuh bersama Persebaya yang bisa dijadikan alasan untuk mengokohkan perjuangan, apakah dana, regulasi atau aspek lainnya?
Apa yang dilakukan oleh Liem Koen Hian dan para tokoh nasionalis Surabaya yang menggelar pertandingan eksibisi juga perlu ditiru. Atmosfer yang santai dan penuh canda tawa seringkali diperlukan untuk menyegarkan suasana dalam mencari solusi untuk memenuhi harapan bersama. Tidak selalu segala masalah bisa diselesaikan dengan amarah, nada tinggi dan suasana tegang.
Demikianlah sejarah telah mengajarkan. L’histoire se repete. (*)
-
Catatan Penulis2 years ago
Terima Kasih AZA!
-
Catatan Penulis2 years ago
Saya Bertanya kepada Bonek tentang Arti Kemenangan Persebaya Atas Arema
-
In Memoriam Legend2 years ago
PSIM, Eri Irianto, dan Duka Persebaya
-
Statistik2 years ago
Bedah Strategi Pergantian Pemain Coach Aji Berdasarkan Data
-
Catatan Penulis2 years ago
Patah Hati Melihat Bonek dan Persebaya
-
Catatan Penulis2 years ago
Mengapa Azrul Mundur, Sebuah Perspektif
-
Musim4 years ago
Dualisme Persebaya, Era Kegelapan Dalam Sejarah Persebaya
-
Statistik2 years ago
Sho Me Your Guts!