Connect with us

In Memoriam Legend

Rusdy Bahalwan, Ustaz Total Football Persebaya

Published

on

Apakah kamu menikmati cara bermain Persebaya di musim lalu?

Jika iya, applause tersendiri memang seharusnya diberikan pada peracik strategi tim kita saat ini, coach Aji Santoso. Permainan Persebaya terlihat begitu mengalir dan atraktif. Mengandalkan umpan-umpan pendek dan pemain yang terus bergerak mencari ruang kosong kala menyerang, juga begitu ketat melakukan pressing saat kehilangan bola. Banyak yang menyebut pola permainan ini ibarat tiki-taka ala Barcelona. Namun sebenarnya ini adalah implementasi dari strategi total football.

Lantas, apa yang dinamakan total football?

Total football diperkenalkan Rinus Michels, pelatih top Ajax Amsterdam, Barcelona, dan Timnas Belanda di era 70-80an. Skema permainan ini mengedepankan sistem permainan cepat yang cenderung menyerang dan atraktif. Posisi pemain yang begitu rapat membuat aliran bola saat menyerang menjadi cepat dan sulit ditebak, begitu pun juga saat bertahan mereka bisa menekan lawan yang sedang menguasai bola dengan ketat. Bola mengalir begitu cepat dari kaki ke kaki tanpa harus digiring terlalu lama. Pemain dituntut bermain secara kolektif untuk bisa saling mengisi posisi yang ditinggalkan rekannya. Maka dari itu, total football membutuhkan pemain-pemain yang bisa bermain di banyak posisi.

Begitulah pola permainan yang melekat pada skuad Persebaya kala menjuarai Liga Indonesia 1996/97. Pada musim tersebut Persebaya menjadi tim paling produktif selama kompetisi digulirkan. Tercatat ada 62 gol dicetak selama penyisihan wilayah, 14 gol selama penyisihan grup dan 6 gol di fase semifinal dan final. Totalnya ada 82 gol! Sementara sang striker, Jacksen F. Tiago menjadi topscorer dengan torehan 26 gol dalam semusim. Fantastis!

Ada yang tahu siapakah sosok pelatih Persebaya di saat menjuarai kompetisi saat itu?

Tak lain dan tak bukan, dia adalah Rusdy Bahalwan, pelatih yang juga melatih coach Aji Santoso kala memperkuat Persebaya saat itu. Sebagai catatan tambahan, Rusdy juga memercayakan ban kapten disematkan pada Aji Santoso sepanjang musim berlangsung.

Rusdy begitu identik dengan Persebaya. Lahir dan besar di Surabaya, dia mengawali karirnya sebagai pemain Assyabaab Surabaya. Saat menjadi pemain, Rusdy adalah sosok yang begitu disiplin dalam berlatih dan mengembangkan skill dan performanya. Tak jarang, Rusdy menambah jam latihan sendiri di luar jam latihan klub. Berkat ketekunannya dalam berlatih itulah, tak lama berselang dia sudah dipanggil menjadi bagian skuad Persebaya Junior dalam turnamen Piala Soeratin di tahun 1967.

Rusdy Bahalwan saat masih menjadi pemain.

Awalnya Rusdy berposisi sebagai libero saat masih bermain di Assyabaab. Namun saat masuk di skuad Persebaya, dia dipindah sebagai bek kiri. Posisi ini tidak berubah hingga Rusdy bermain di Persebaya senior dan juga Timnas Indonesia.

Justru saat menjadi bek kiri itulah, performanya semakin teruji dan mendapatkan pengakuan publik. Pemain yang identik dengan nomor punggung 3 ini terkenal sebagai bek yang tangguh dan sangat sulit dilewati lawan, kuat dalam bertahan dan juga saat menyerang. Puncak prestasinya sebagai pemain adalah saat mengantarkan Persebaya menjuarai Divisi Utama Perserikatan di musim 1977/78.

Di partai final, Rusdy selaku kapten tim, bersama beberapa legenda Persebaya semacam Hadi Ismanto, Abdul Kadir, Rudi W. Keltjes, Djoko Malis, Soebodro, berhasil mengalahkan skuad Persija dengan skor dramatis, 4-3. Persebaya meraih gelar juara nasional setelah berpuasa selama 27 tahun.

Seusai gantung sepatu, Rusdy melanjutkan karirnya sebagai pelatih tim Assyabaab. Catatan emas yang dia torehkan di kompetisi Liga Kansas musim 1996/97 kala mengantarkan Persebaya kembali menjadi juara sepakbola nasional. Ini mengulangi prestasinya di musim 1977/78, bedanya kali ini dia menjadi pelatih tim. Kala itu strategi racikan pada tim Persebaya sangat terlihat elegan. Persebaya tampil dengan gaya total football , permainan bola-bola pendek yang mengalir cepat, pressing ketat, dan atraktif. Yang menjadi ciri khas lainnya adalah coming from behind, yaitu berfungsinya para gelandang sebagai second striker, menusuk dari lini kedua, memberikan tembakan-tembakan dari luar kotak penalti untuk menjebol gawang lawan ketika lini depan kita dijaga ketat. Terhitung beberapa gol dicetak gelandang-gelandang kita yang produktif seperti Uston Nawawi, Eri Irianto, dan Carlos de Mello.

Rusdy juga tak ragu untuk mengorbitkan pemain-pemain muda guna mengisi skuad senior. Sejumlah nama macam Uston Nawawi, ‘Bejo’ Sugiantoro, Anang Ma’ruf adalah sejumlah nama pemain muda yang berhasil diorbitkannya. Hal ini sepertinya dinapaktilasi oleh pelatih Persebaya saat ini, Aji Santoso, yang juga mengandalkan pemain muda untuk mengisi skuadnya.

Satu hal yang menjadi ciri khas dari Rusdy adalah sosoknya yang rendah hati serta religius. Dia dikenal sebagai guru/ustaz di mata para pemainnya. Dia menggunakan sholat berjamaah sebagai media pendekatan dan memotivasi pemain (yang muslim khususnya). Seringkali seusai memimpin sholat berjamaah bersama para pemain dan pengurus, dia juga memanfaatkan waktu seusai wirid untuk memberikan motivasi, briefing dan mendengarkan permasalahan yang dihadapi oleh para pemain.

Cara-cara seperti ini menumbuhkan kedekatan emosional antara dirinya, para pemain, dan pengurus klub. Jika ada pemain yang tampil buruk dan bermasalah, Rusdy sering mengajaknya bicara di ruangan tertutup untuk memotivasinya lebih lanjut. Semangat kedekatan kekeluargaan terpupuk melalui pendekatan-pendekatan yang beliau lakukan. Persebaya bukan sekedar klub sepakbola, namun lebih menjadi sebuah keluarga besar.

Selain hal-hal tersebut di atas, ada beberapa kalimat motivasi yang Rusdy sering katakan kepada para pemain untuk berusaha keras memenangkan setiap pertandingan, di antaranya adalah:

“Kalian pasti bisa, kerahkan semua kemampuan yang telah dilatih. Jangan setengah-setengah, kita bergerak dengan bola. Jangan takut salah.”

“Jika lawan bisa mencetak 3 gol, maka tim kamu harus bisa mencetak 4 gol.

 “Bahwa pertahanan terbaik adalah menyerang. Tidak ada kata lain.”

“Jika depan buntu, maka lini selanjutnya harus membantu atau coming from behind.”

Nama Rusdy Bahalwan akan selalu dikenang sebagai pemain, pelatih, bapak, ustaz total football, dan legenda Persebaya Surabaya. (*)

*) image credit to twitter @aprilia_jiwa

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

In Memoriam Legend

Budi Johanis, ‘Osvaldo Ardiles’ di Lapangan Tengah Persebaya

Published

on

Budi Johanis dikenal sebagai playmaker legendaris. Ada yang menjulukinya sebagai Osvaldo Ardiles-nya Persebaya. Generasi berikut menyandangkannya sebagai Francesco Totti-nya Green Force. Selain jenderal lapangan tengah layaknya Ardiles, Budi juga one-club man dan kapten laksana Totti.

Nama Johanis diambilkan ayahnya dari seorang pria asal Maluku yang banyak berjasa pada keluarga itu. Lahir pada 1957, binaan Indonesia Muda ini membela panji-panji Persebaya selama 16 tahun (1976-1992).

Bagi Ibnu Grahan, Budi Johanis adalah mentor semua pemain. Sosok yang begitu memiliki magnet dengan kreatifitas permainan yang atraktif.

“Ketenangannya dalam mengolah bola istimewa. Termasuk melindungi bola dan umpan-umpan yang terukur,” kata Ibnu, kapten Persebaya generasi berikutnya.

Era Budi Johanis sulit untuk dilupakan. Semua playmaker yang pernah dimiliki Persebaya selalu menjadikannya rujukan dalam mendikte permainan. Deretan playmaker jebolan Green Force seperti Uston Nawawi dan Rendi Irwan selalu menjadikannya sebagai role model permainan di sepakbola.

Setelah beristirahat cukup lama di rumah Rungkut Barata karena serangan stroke, Cak Budi meninggalkan kita 3 Maret 2021 lalu.

Terima kasih, legenda! (*)

Continue Reading

In Memoriam Legend

PSIM, Eri Irianto, dan Duka Persebaya

Published

on

Jelang laga bertajuk Going Strong Game melawan PSIM Jogjakarta pada Minggu, 17 Juli 2022 nanti, Persebaya punya kenangan menyedihkan kala menghadapi lawan yang sama. Ingatan kita seperti ditarik kembali ke pertandingan lanjutan kompetisi Liga Bank Mandiri musim 1999/2000 yang mempertemukan kedua tim pada 3 April 2000.

Kala itu, gelandang andalan tim Bajol Ijo, Eri Irianto meninggal dunia setelah mengalami tabrakan keras dengan pemain asing PSIM asal Gabon, Samson Noujine Kinga. Awalnya terlihat seperti benturan biasa saja, namun ternyata setelah itu Eri mengalami sakit hebat di kepalanya dan meminta untu diganti.

Ternyata sakit kepala hebat tadi tak reda, kondisi Eri semakin kritis dan harus dilarikan ke RSUD Dr Sutomo Surabaya. Namun Eri tak tertolong dan akhirnnya mengembuskan nafas terakhirnya. Eri Irianto dinyatakan meninggal dunia karena mengalami gagal jantung. Persebaya, Bonek dan kota Surabaya pun berduka.

Eri Irianto dikenal sebagai gelandang enerjik yang tak kenal lelah bertarung di lini tengah. Selain berperan sebagai kreator serangan Persebaya, Eri memiliki ciri khas tendangan keras ala canon ball dari luar kotak penalti yang sering membuat takhluk para penjaga gawang lawan.

Untuk mengenangnya, Persebaya ‘mempensiunkan’ nomor punggung 19 yang dikenakan Eri Irianto di musim tersebut. Namanya juga disematkan pada mess pemain Karanggayam di belakang stadion Gelora 10 November Tambaksari. Mess pemain tersebut dinamakan “Wisma Eri Irianto”. (*)

Continue Reading

In Memoriam Legend

Rae Bawa, Jagal Hebat Cambang Lebat

Published

on

Nama panjangnya Anak Agung Rae Bawa. Bek kiri asal Bali ini anggota skuad Persebaya Juara Perserikatan 1987–1988. Mengawali karir di Perseden Denpasar, Rae juga bermain untuk Suryanaga, yang pada era sama menjadi juara antarklub se-Indonesia. Pernah pula membawa juara klub Galatama kebanggaan Surabaya, Niac Mitra.

Postur tegap, rambut panjang, cambang lebat jadi ciri khasnya sebagai tukang jagal di daerah pertahanan Green Force. Pantas kalau Rae Bawa jadi bek yang tangguh, garang, dan sulit dilewati. Koleganya bilang, “Melihat tampangnya saja orang sudah takut.”

Selain bekerja menjadi pegawai PDAM Surabaya, hari-hari pensiun sebagai pemain diisinya dengan melatih Suryanaga. Tinggal di kawasan Bendul Merisi, Rae Bawa meninggal dunia di usia 59 tahun karena sakit pada 16 Oktober 2012 di RS Angkatan Laut Dr Ramelan. (*)

#InMemoriamLegend

Continue Reading

Trending