Kegiatan BWF
BWF Kunjungi Pohon Cinta Pasoepati Bonek

BWF mengunjungi pohon cinta Pasoepati Bonek yang tumbuh di halaman Museum Titik Nol di daerah Nayu Timur, Nusukan, Solo, Minggu (1/5). Pohon berjenis Apel Jowo itu merupakan bukti perdamaian antara kedua kelompok suporter yang ditanam pada 2011 silam.
Ya, Bonek dan Pasoepati pernah memiliki konflik pada 2010. Saat itu, ribuan Bonek yang melewati wilayah Solo menggunakan kereta api bentrok dengan warga setempat. Sejak saat itu, hubungan keduanya menjadi renggang.
Namun, permusuhan yang sangat tinggi itu hilang saat Pasoepati berkunjung ke Surabaya untuk mendukung Solo FC di Liga Primer Indonesia melawan Persebaya. Perdamaian kemudian disepakati dan ditandai dengan ditanamnya pohon itu.

Saat BWF berkunjung, tak ada aktivitas di sana. Hanya tumpukan baliho di halaman museum yang merupakan hasil pekerjaan advertising milik Mayor Haristanto, Presiden Pasoepati pertama.
Kami ditemui Pak Jimi, tetangga museum yang mengaku kenal dekat dengan Pak Mayor. Dia mengatakan jika hari Minggu biasanya libur. BWF mengatakan jika maksud kedatangan untuk menengok pohon cinta tersebut.
Di batang pohon masih tertempel foto pentolan-pentolan Pasoepati dan Bonek. Nampak foto Andie Peci dan Tulus Budi yang sangat ikonik. Pohon itu tumbuh kokoh di antara tembok-tembok yang tertempel poster tabloid Bola dan logo-logo klub.
Museum Titik Nol yang digagas Pak Mayor berisi barang-barang memorabilia suporter seperti kaus hingga syal. Ada juga barang-barang milik pemain. Sayang saat BWF berkunjung, museum itu sedang tutup. Semoga BWF bisa mengunjungi museum itu dan bertemu teman-teman Pasoepati di lain waktu. (*)




Kegiatan BWF
Mengungkap Fakta Baru Soal Tahun Kelahiran Persebaya

Feri Widyatama, mantan pemain sepak bola Blitar United menemukan fakta sejarah bahwa SIVB (Soerabajasche Indonesische Voetbalbond) cikal bakal dari Persebaya sudah ada sejak tahun 1923 bukan 1927. Sehingga tidak menutup kemungkinan, usianya lebih dari 95 tahun seperti yang ramai dirayakan para bonek pada Sabtu lalu, (18/6/2022).
“Saya menemukan salah satu artikel terbitan November 1923, dari koran Sport Hindia yang saya temukan di Perpusnas Jakarta itu sudah menyebut SIVB. Berarti kan sudah ada,” ujar lulusan strata-1 Universitas negeri Surabaya pada suarasurabaya.net, Minggu (19/6/2022) usai acara diskusi yang digelar Bonek Writers Forum (BWF) dengan tema Persebaya Tidak Lahir 1927?.
SIVB (Soerabajasche Indonesische Voetbalbond) merupakan klub bola pertama yang dibentuk oleh pribumi Surabaya. Kala itu dibentuk oleh tim Bumi Putera untuk membuktikan bahwa masyarakat pribumi juga mampu bermain sepak bola.
Sesuai AD ART tahun 1952, SIVB dipercaya lahir sejak 18 Juni 1927. “Kalau AD ART kan sumber sekunder. Sedangkan artikel koran yang terbit di masa itu termasuk sumber primer,” ujarnya menambahkan.

Selain itu, pria kelahiran 6 Maret 1994 ini juga mengemukakan bahwa dirinya menemukan artikel pembentukan SIVB baru pada tahun 1925.
“Artikel lain menyebut SIVB ‘baru’ dibentuk oleh Tuan Soeroto. Sekaligus membubarkan SIVB lama yang sudah ada di tahun 1923 karena ada bersitegang antara klub internal SIVB lama Bumi Putera,” ungkap pria yang juga anggota BWF ini.
Feri yang menjuluki diri sebagai pengepul sejarah, masih ingin melengkapi puzzle-puzzle pengetahuannya tentang sejarah Persebaya.
“Untuk ke depannya, apakah temuan ini akan mengubah sejarah kelahiran Persebaya atau tidak, itu terserah para dewan dan petinggi yang berwenang. Saya hanya akan menuliskan temuan ini ke dalam sebuah buku,” katanya.
Feri mengatakan calon buku ketiganya ini akan segera dirilis.
“Sebelumnya saya sudah menerbitkan buku VVB Solo Untuk Indonesia Merdeka dan Dinamika sepak bola di Semarang: Dari VIS sampai PSIS 1930–1942,” kata dia.
Feri ingin melengkapi pengetahuan terkait sejarah bola di setiap pembabakan sejarah.
“Untuk awal mungkin lebih fokus di pembabakan zaman kolonial tahun 1920-1943. Untuk menggali akar sejarah sepak bola di Surabaya,” imbuhnya.
Lalu, kata dia, sesuai hasil Kongres keputusan PSSI yang termuat dalam De Indische Courant edisi 20 Mei 1938, SIVB mulai berganti nama menjadi Persibaja (Persatoean Sepakraga Indonesia Soerabaja), karena seluruh bond (anggota) klub PSSI untuk tidak lagi diijinkan memakai nama berbau Belanda.
“Setelah Indonesia Merdeka pada tahun 1960, akhirnya Persibaja mulai berganti jadi Persebaja,” tambah dia.
Sejak berdirinya, SIVB ber-home base di Lapangan Pasar Turi.
“Tapi sampai sekarang kita semua masih belum tahu persis lokasi lapangan Pasar Turi itu ada dimana. Ada yang bilang di bekas Pasar Turi PGS, ada yang bilang di Jalan Gresik,” pungkasnya. (tha/iss)
*) Tulisan ini sebelumnya dimuat di suarasurabaya.net
Kegiatan BWF
Buku-Buku BWF Bisa Dibaca di Bookhive Surabaya

Berawal dari sebuah trit di twitter yang viral, BWF mengunjungi Bookhive Surabaya, Kamis (16/6). Letaknya di Tmpt Creative Space Surabaya, Jl Cipunegara 48, Darmo, Surabaya.
BWF disambut pengurus Tmpt yakni Adam dan Farel. Mereka menjelaskan panjang lebar tentang apa itu Bookhive Surabaya dan konsepnya serta bagaimana antusiasme warga Surabaya.
Kami kemudian menyerahkan 2 buku BWF dan 1 buku karya member BWF untuk mengisi perpustakaan mini ini. Sebelum buku dimasukkan ke rak, kami menulis pesan di secarik kertas yang akan ditempel di rak bookhive.

Pesan bisa berisi harapan dan apapun yang ingin kita sampaikan. Sebuah konsep yang unik dari bookhive yang asalnya dari Bookhive Jakarta ini.
BWF berharap literasi semakin berkembang di Surabaya. Kami masih optimis jika literasi bisa menjadi budaya kota ini. Surabaya punya kultur dan akar budaya yang kuat. Tentu hal-hal positif seperti bookhive ini bisa semakin memperkaya budaya.
Buat anda yang ingin membaca buku-buku BWF secara gratis bisa mengunjungi Bookhive Surabaya di Tmpt. Mereka buka Senin-Sabtu (10.00-22.00) dan Minggu (08.00-22.00).
BWF juga akan menggelar diskusi sejarah dengan tema “Persebaya Tidak Lahir 1927?” di sana Minggu (19/6) besok. Datang dan sekalian baca-baca buku BWF yuk!


Kegiatan BWF
Debar BWF, Karena Sepakbola Seharusnya Bisa Dinikmati Siapa Saja

Persebaya mempunyai banyak penggemar. Bonek, sebutan suporter Persebaya, berasal dari berbagai kalangan. Tak terkecuali orang-orang dengan disabilitas. Atas dasar itulah, Bonek Writers Forum (BWF) mengadakan acara Debar (Dengar Bareng) bersama teman-teman difabel netra Surabaya.
Acara ini merupakan cara menikmati jalannya laga Bhayangkara FC melawan Persebaya di turnamen Piala Presiden 2022 bersama para difabel netra. Kegiatan yang baru pertama kali digelar di Surabaya ini diadakan di Persebaya Store Kompleks, Surabaya, Senin (14/6).
Ada sekitar 7 difabel netra yang hadir. Mereka mengaku sebagai Bonek yang fanatik kepada Persebaya dan mengikuti Green Force sejak dulu. Ada juga yang sering hadir langsung di tribun GBT. Selain mereka, hadir juga Bonek yang memberikan dukungannya untuk Persebaya.

BWF menghadirkan Cak Beted untuk menganalisa laga sebelum dan sesudah laga. Pria Sukodono yang juga member BWF ini ditemani host acara, Dedi Andrian.
“Kita lihat bagaimana coach Aji (Santoso) mengatakan Persebaya sudah 100 persen mengerahkan semua kemampuannya di turnamen ini walau ini cuma turnamen pramusim. Seharusnya turnamen pramusim disikapi biasa saja,” ucap Cak Beted membuka acara.
Teman-teman dari difabel netra sangat antusias jelang kickoff laga dimulai. Salah satunya Prana, mahasiswa Universitas Surabaya yang hadir mengenakan kaos Bonek.
“Saya dulu penggemar Persebaya karena papa. Dari 2004, saya suka sepakbola. Saat itu, Persebaya diperkuat Uston Nawawi, Danilo Fernando, Leonardo Guiterez. Sampek ke luar negeri pun saya juga mengikuti. Saat Persebaya dibekukan saya juga mengikuti,” ujar Prana saat ditanya Dedi sejak kapan suka Persebaya.

Pertandingan akhirnya dimulai tepat pukul 20.30 WIB. Teman-teman difabel netra terlihat menyimak jalannya laga meski hanya bisa mendengarkan suara komentator televisi. Di babak pertama ini, kedua tim tidak mampu mencetak gol. Skor sama kuat 0-0.
Di jeda babak pertama, Cak Beted kembali memberikan analisa. Teman-teman difabel netra juga memberikan analisa jalannya laga. Meski tidak mampu melihat, mereka bisa meberikan analisanya dengan baik.
“Kedua tim sangat hati-hati di babak pertama ini. Tapi saya yakin, mereka akan tampil ngotot dan menciptakan banyak peluang di babak kedua,” ucap Rizal, salah satu difabel netra.

Dan benar, penampilan kedua tim di babak kedua lebih menarik dengan banyaknya peluang. Persebaya mencetak gol lebih dahulu lewat kaki Ahmad Nufiandani di menit 64. Sayang, kemenangan Persebaya di depan mata hilang setelah blunder yang dilakukan kiper Persebaya, Andhika Ramadhani. Anderson Salles yang menerima bola liar bisa menceploskan bola ke gawang Persebaya di menit akhir babak tambahan waktu.
Meski Persebaya gagal menang, acara ini memberikan kesan mendalam. Bahwa sepakbola bisa dinikmati siapa saja. Baik bagi suporter yang bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri maupun suporter yang memiliki keterbatasan seperti teman-teman difabel netra.
BWF mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu kelancara acara yakni Persebaya Store Kompleks, KIP Foundation, dan Komunitas Lawu Timur. Selain itu juga media-media partner yakni Podcast Tendangan Bebas, #StatsRawon, dan Bola Abis. (*)





-
Catatan Penulis3 years ago
Terima Kasih AZA!
-
Catatan Penulis2 years ago
Saya Bertanya kepada Bonek tentang Arti Kemenangan Persebaya Atas Arema
-
In Memoriam Legend3 years ago
PSIM, Eri Irianto, dan Duka Persebaya
-
Statistik2 years ago
Bedah Strategi Pergantian Pemain Coach Aji Berdasarkan Data
-
Musim5 years ago
Dualisme Persebaya, Era Kegelapan Dalam Sejarah Persebaya
-
Catatan Penulis3 years ago
Mengapa Azrul Mundur, Sebuah Perspektif
-
Catatan Penulis3 years ago
Patah Hati Melihat Bonek dan Persebaya
-
Statistik2 years ago
Sho Me Your Guts!