Connect with us

Uncategorized

Mustaqim: Cepat dan Mematikan

Published

on

Duet Mustaqim-Syamsul Arifin begitu membekas di ruang dengar para pendukung Persebaya di era pertengahan tahun 1980-an. Bagaimana tidak, nama keduanya kerap disebut di siaran langsung pandangan mata pertandingan Persebaya dari Radio RGS. Siapa dulu sering cangkrukan sekalian dengar bareng siaran pandangan mata? Atau ke stadion dengan menenteng Radio Transistor?

Disamping itu, duet ini saling mengisi. Syamsul Arifin sebagai penyerang dengan kualitas penyelesaian akhir brilian, sedangkan Mustaqim sebagai striker cepat, pembuka ruang dan pengumpan yang baik. Jika Syamsul Arifin menggunakan kostum bernomor punggung 12, maka duetnya, Mustaqim, memakai kostum hijau-hijau bernomor punggung 13.

Alumni SMAN 2 Surabaya tahun 1984 ini mulai memperkuat Persebaya Surabaya di tahun 1985. Sebelumnya, Mustaqim memperkuat klub internal Persebaya, PS Angkatan Darat (PSAD).

Satu gelar juara Kompetisi Divisi Utama Perserikatan 1987/88 dipersembahkan oleh pemain yang kerap disebut dengan panggilan “Abah Taqim” ini. Ini adalah musim terakhirnya bersama Tim Bajul Ijo sebelum akhirnya mencicipi kompetisi Galatama bersama Petrokimia Gresik, Mitra Surabaya dan Assyabaab Salim Group Surabaya (ASGS).

Bersama Timnas Indonesia, Mustaqim turut menjadi pemain yang menyumbangkan medali emas SEA Games Jakarta 1987. Lalu Mustaqim juga tercatat dalam buku sejarah sebagai pencetak hat-trick pertama Timnas Indonesia di ajang SEA Games. Yakni ketika Indonesia menang 6-0 vs Brunei Darussalam di SEA Games Kuala Lumpur 1989. (dpp)

ASN Kemenkeu | Founder #StatsRawon | Anggota Bonek Writers Forum

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Musim

Persebaya di Kompetisi Perserikatan 1973/1975

Published

on

Susunan pemain Persebaya Surabaya untuk Kompetisi Perserikatan 1973/1975 di Stadion Gelora 10 November Tambaksari, Surabaya.

Berdiri dari kiri ke kanan : Soebodro, Hartono, Slamet Pramono, Hamid Asnan, Burhan Harahap, Od Kiem Tie, H. Soekamto (Ketua Umum), Januar Pribadi (Pelatih), Suyanto, Nyoman Slamet Witarsa, Suharsoyo (Kiper), Rudy William Keltjes, Poerwanto, Muchammad Asiek (Kiper).

Jongkok dari kiri ke kanan : Aser Mofu, Iskak Ismail (Kiper), Budi Santoso, Guntur, Ali Maghrobi, Waskito, Muhammad Zein, Sapuan, Abdul Kadir, Rusdy Bahalwan, Didiek Nurhadi (Kiper).

Tampil tak pernah kalah sepanjang babak penyisihan (18 Besar) hingga ke Babak 8 Besar, akhirnya Persebaya harus tersungkur di Babak Semifinal oleh Persija Jakarta dengan skor 0-2. Beruntung di partai perebutan juara ketiga, Persebaya mampu menang 4-2 atas Persipura. (dpp)

Continue Reading

Musim

Persebaya di Divisi I Liga Indonesia 2003

Published

on

Imbas dari hasil buruk di Liga Bank Mandiri VIII 2002, Persebaya akhirnya harus terdegradasi ke Divisi Satu untuk musim kompetisi tahun 2003. Ya benar, untuk pertama kalinya dalam sejarah klub, Persebaya Surabaya harus merasakan kompetisi kasta kedua di Indonesia.

Pengurus Persebaya melalui Ketua Umum-nya, Walikota Surabaya Bambang D.H., kemudian bergerak cepat untuk membentuk tim yang layak berkompetisi di kompetisi Divisi Satu. Untuk manajer tim, ditunjuklah H. Soeroso Mangunsubroto. Sedangkan pelatih tim ditunjuklah putra lokal asli Surabaya, Muhammad Zein Al Haddad.

Pasca terdegradasi, beberapa pemain inti Persebaya Surabaya meninggalkan klub yang bermarkas di Karanggayam ini. Diantaranya Bejo Sugiantoro, Uston Nawawi dan Agung Widodo. Beruntung beberapa pemain senior yang masih bertahan. Tiga diantaranya adalah Abdul Kirom, Khairil Anwar Ohorella dan Mursyid Effendi. Tiga nama pemain senior ini akan bahu membahu dengan nama-nama pemain muda terdahulu seperti Basuki, Mat Halil, Choirul Anam, Endra Prasetya dan Rahel Tuasalamony. Mereka akan bahu-membahu dengan rekrutan terbaru Persebaya seperti Erik Setiawan, Rahmat Affandi, Muhammad Irfan Junaidi (mereka bertiga adalah jebolan Timnas Indonesia U-19), May Rahman, Gunawan dan Bayu Cahyo.

Persebaya pun tak lupa untuk memaksimalkan kuota tiga orang pemain asingnya. Mereka adalah midfielder Brice Fomegne (Kamerun), striker Adelio Salinas (Paraguay) dan bek tengah Leonardo Gutierrez (Chili).

Kompetisi pun akhirnya dimulai. Persebaya memulai laga perdananya di kandang sendiri melawan  Persid Jember pada tanggal 13 April 2003. Di pertandingan ini Persebaya menang tipis 1-0 atas tamunya melalui gol tunggal Rahel Tuasalamony di menit ke-54. Inkonsistensi performa dan perrmainan di sepanjang putaran pertama membawa korban. Muhammad Zein Al Haddad dicopot dari jabatan pelatih. Penggantinya adalah Jacksen F. Tiago, mantan bintang Persebaya Surabaya. Sedangkan dua pemain asing yang flop, Brice Fomegne dan Adelio Salinas dicoret dari tim. Dua slot pemain asing ini diisi oleh Alfredo Figueora (Chili) dan Dejan Antonic (Montenegro), juga mantan pemain Persebaya Surabaya. Selain itu terjadi pergantian manajer tim. Dari H. Soeroso Mangunsubroto menjadi Haruna Soemitro.

Rentetan pergantian ini rupanya membawa dampak signifikan terhadap performa Persebaya. Penampilan Mursyid Effendi dkk begitu mengkilap di kandang sendiri dan tahan banting ketika bermain di luar kandang. Hasilnya akhirnya bisa ditebak, Persebaya Surabaya muncul sebagai Juara Kompetisi Divisi Satu 2003 dan berhak atas tiket promosi otomatis ke Kompetisi Divisi Utama Liga Bank Mandiri X 2004. (dpp)

Continue Reading

Uncategorized

Kemungkinan-Kemungkinan Sepak Bola

Published

on

Sepak bola selalu melahirkan kejutan-kejutan. Dari yang tidak mungkin, menjadi mungkin, menjadi momen tarik ulur emosi siapapun yang terlibat di dalamnya, dan kita berada disana. Olah raga popular ini selalu saja menjadi tumpuan segala aspek kehidupan masyarakat, mulai dari sosial, ekonomi, dan bahkan politik, tak sesekali masuk dalam geliat bersamanya.

Sepak bola memiliki kompleksitas dan beragam persoalan mendasari perjalanan sebuah tim secara teknis maupun manajerialnya. Konsep industri menjadi pilihan strategis klub untuk sustainable. Siap tidak siap, kita harus mencebur diri di dalamnya, sebagaimana sepak bola sebagai hiburan atau tumpuan simbol primordialisme.

Persebaya Surabaya, klub sarat prestasi dan pemilik sejarah panjang kelam dan gemilang adalah kiblat sepak bola nasional. Klub yang menjadi bagian pendiri PSSI ini paling banyak memiliki catatan bersama kelompok supporternya yang bernama Bonek. Bonek memiliki prestasi luar biasa, suppoter yang mampu menghidupkan kembali Persebaya saat di berangus federasi dan dualisme, sejarah telah mencatat itu.

Dengan catatan tersebut, bonek semakin menggurita daya jangkaunya. Bonek tak lagi identik arek surabaya, melainkan Indonesia. Industri Persebaya tak berdiam diri melihat luapan kwantitas bonek yang semakin meluas, maka Persebaya memanfaatkan hal tersebut dalam totalitas industri, termasuk pengembangan bisnis yang luas dengan dan atas nama Persebaya.

Profesionalitas semacam ini menjadi pintu masuk bonek meletakan harapan ala konsumen, sebagaimana sebutan “costumer” oleh Presiden klub ini. Konsumen adalah konsumen, sebagaimana dalam koridor dagang yang di lindungi oleh yayasan ataupun lembaga perlindungan konsumen, maka benturan kiasan ini menjadi menarik ketika harapan konsumen tak sesuai selera.

Preambule diatas adalah mata rantai ketertautan apa yang telah terjadi pada laga Persebaya versus Madura United (19 Juni 2019) dalam lanjutan babak 8 besar Piala Indonesia. Torehan Persebaya di awal musim 2019 dan turnamen tak mendapatkan kemenangan. 4 kali berlaga dan uji coba tak menghasilkan jaminan ‘mutu’ sebuah tim dengan kemegahan yang di milikinya. Kalah melawan Bali United, draw di kandang kontra Kalteng Putra dan PSIS Semarang, celakanya dalam uji coba dengan klub peserta liga 3 PSID Jombang, Persebaya ditahan imbang.

Bonek dan siapapun yang mencintai Persebaya pasti meradang. Bagaimana bisa sebuah klub besar harus tertatih-tatih seperti itu. Maka, desakan dan tuntutan tak terelakan. Persebaya melakukan percepatan evaluasi yang berakhir dengan di lepasnya pelatih fisik mereka, Rudi Eka. Efektifkah evaluasi itu? sejauh mana hasil pemusatan latihan di Bali sebelum liga di mulai? Pertanyaan ini menghias linimasa bonek dengan beragam cara penyampaiannya.

Tiba di masa segala kekesalan kostumer terakumulasi dan membuncah. Pitch invasion dilakukan oleh bonek di saat injury time menyisakan 3 (tiga) menit ketika kontra Madura United di leg 1 Piala Indonesia. Kejadian itu menuai pro-kontra di kalangan bonek, sebab itu masih menyimpan “misteri” dan kemungkinan-kemungkinan. Namun, nasi telah menjadi bubur, rambatan semangka berbuah siri, semua sudah terjadi.

Pitch invasion yang dilakukan bonek adalah ekspresi kekecewaan. Semua tribun bertanggung jawab bahwa aksi tersebut adalah kesepakatan bersama. Sepak bola sebagaimana tersebut diatas menjadi peletakan ekspetasi tertinggi oleh konsumen yang berharap sesuatu yang terbeli tak boleh mengecewakan secara produk. 3 menit terbuang tentu teramat sulit menyepadankan Liverpool versus AC Milan di final Champions 2005, atau peristiwa serupa yang memanfaatkan 3 menit tersisa untuk mengubah dan merubah kemungkinan-kemungkinan.

Dahlan Iskan dalam bukunya “1 tangis 1000 tawa”, ketika beliau menjabat kepala PLN mencontohkan peristiwa heroik final Champions di Istambul Turki 2005 silam, hal itu ketika beliau men-deadline pembangkit di pelosok sulawesi, dimana kepala cabang pesimis bahwa “byar pet” disana teratasi dalam waktu sebulan. Artinya, 3 menit di sepak bola segalanya bisa terjadi, dan itu tidak menutup kemungkinan terjadi juga di Persebaya saat itu.

Bonek telah melampiaskan kekesalan raihan Persebaya dengan baik. Pitch invasion membawa spanduk pesan moral telah menyadarkan Persebaya secara industri, bahwa hasil produk tak boleh buruk di setiap laga nya. Biarlah pitch invasion Kinsey Wolanski dan personel band punk “Pussy Riot” asal Moscow Rusia menjadi rekayasa terbaik event organizer/panpel, untuk menaikan rating sesuai pengakuan Kinsey di channel “virtual uncensored”, bahwa pitch invasion ini adalah rekayasa. Apakah bonek melakukan rekayasa serupa? tentu tidak jawabnya.

Kemungkinan dalam sepak bola saling bertautan satu dengan lainnya. Apa yang telah terjadi biarlah menjadi instropeksi antara managemen dan supporter. Apa yang menjadi pendorong hasil buruk maka segeralah tim dan managemen berbenah, pun demikian supporter yang terkasih, pitch invasion tak harus di ikuti perusakan (Vandalisme). Bagi kita, kemungkinan memperbesar ruang kemungkinan, agar publik tak menemukan satupun sudut kemungkinan untuk berkata tidak mungkin bonek seperti itu. (*)

Continue Reading

Trending