Connect with us

Jersey

Mengulik Jersey Persebaya Liga Kansas 1996/97 Bersama Reinold Pietersz

Published

on

Peninggalan sebuah sejarah dapat berupa cerita maupun objek atau benda. Dalam sebuah jersey (kostum tim), terkandung keduanya. Terkhusus jersey Persebaya di Liga Kansas 1996/97 barangkali menjadi salah satu memorabilia terpenting tim ini. Bagaimana tidak, pada musim tersebut Green Force pertama kali menjadi kampiun di era Liga Indonesia. Tak hanya punya habit menang, Persebaya nampaknya selalu punya konsep yang jelas, yakni winning in style!

Seperti di dua musim sebelumnya, jersey Liga Kansas juga memiliki supplier tunggal apparel raksasa asal Jerman, Adidas. Satu merek untuk seluruh tim, tak terkecuali Persebaya. Yang membedakan jersey antar tim adalah jenis templates (model) dan warna.

Ditemui di Stadion Gelora 10 Nopember ketika membesut tim internal Semut Hitam, Reinold Pietersz untuk kali pertama dipertemukan kembali dengan jersey yang sudah tidak dilihatnya selama nyaris 20 Tahun tersebut. Ia turut menceritakan kisah unik mengenai sejarah jersey Liga Kansas dan menyatakan ada berbagai model yang ia ketahui.

“Karena awal pas baju datang dari sponsor, ternyata ukurannya kekecilan. Akhirnya kita jahit sendiri bajunya di penjahit setempat. Kita sesuaikan modelnya. Jadi rata-rata baju pemain saat itu adalah baju jahitan sendiri (tiruan), bukan jersey yang asli dari sponsor,” ujarnya.

Bahkan hingga partai final melawan Bandung Raya sekalipun, memang tampak bahwa rata-rata pemain mengenakan jersey tiruan yang dimaksud Koko, panggilan akrab Reinold Pietersz. “Iya, kenapa kita pakai baju tiruan itu sampai final, karena kita sudah menganggap baju tersebut membawa keberuntungan. Bahkan pada saat baju baru dari sponsor yang asli sudah datang dan ukurannya sesuai, rata-rata pemain masih pakai yang lama. Yang baju asli dibagikan ke pemain dan disimpan, termasuk ini,” ujar Koko sembari memperhatikan detail jersey Kansas bernomor 7 itu.

Terasa spesial memang perjumpaan Koko dengan jersey lamanya tersebut. Bagaimana tidak, Ia merupakan salah satu dari tiga pemain Persebaya yang mencetak gol pada petandingan final dan membawa Persebaya menjadi juara.

“Rasanya luar biasa bangga pakai baju berlogo Persebaya. Saat itu kami betul-betul seperti keluarga. Tidak heran di dalam lapangan juga kelihatan. Saya tidak perlu lihat posisi Jacksen (Tiago) di mana, tapi saya sudah hafal pergerakan dia, kami sudah betul-betul kompak. Saya selama ini hanya koleksi kliping karir saya dari koran. Pas lihat baju ini (jersey Kansas) jadi nostalgia lagi, luar biasa, saya berterima kasih baju ini ternyata masih ada dan terawat. Berarti apa yang telah saya lakukan dihargai,” pungkasnya. (*)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Catatan Penulis

Abu-Abu, Kelabu Nasibmu

Published

on

Kalah ya kalah saja. Kita memang bermain buruk kala harus bertekuk lutut kepada tuan rumah Persikabo Bogor di Stadion Pakansari kemarin. Di sini kita tidak sedang mencari-cari alasan mengapa tim kita sampai kalah. Namun disini kita akan mencermati pemilihan warna jersey away kita. Abu-abu.

Warna putih identik sebagai warna pilihan untuk jersey away kita untuk pertandingan tandang. Sudah sekian tahun musim berganti, Persebaya selalu memilih warna putih. Entah kenapa di musim ini, Persebaya Store sebagai pihak penyedia official kits bagi tim merilis jersey abu-abu sebagai warna pilihannya. Banyak yang bilang bahwa jersey abu-abu itu identik dengan nuansa yang kelabu dan suram. Bukan warna yang pas untuk mengobarkan semangat kala berjibaku mencari kemenangan di lapangan hijau.

Dalam psikologi warna, abu-abu sebenarnya mewakili netralitas dan keseimbangan. Namun abu-abu juga memiliki sisi konotasi negatif, terutama dalam hal menderita depresi atau perasaan kehilangan. Tidak ada warna membuatnya terkesan kusam.

Ada sejarah buruk dalam sepakbola kala sebuah tim mengenakan jersey berwarna abu-abu. Kejadiannya menimpa klub Manchester United kala bertandang ke Stadion The Dell, kandang Southampton, kala melakoni musim 1996. Manchester United saat itu harus mengenakan jersey ketiganya yang berwarna abu-abu, karena tuan rumah mengenakan jersey dengan warna dominan merah, warna yang sama dengan jersey utama mereka. Alhasil Matt Le Tissier dan kawan-kawan berhasil mengobrak-abrik gawang MU dengan skor 3-0 pada babak pertama. Para pemain kesulitan melihat kawannya sendiri karena warna abu-abu sulit terlihat kala pemain bergerak di lapangan. Akibatnya, mereka banyak sekali melakukan salah umpan sehingga menguntungkan pihak lawan.

Jersey Manchester United di babak pertama (kiri) dan diganti saat babak ke dua (kanan)

Alhasil, di ruang ganti pemain, Sir Alex Perguson, pelatih MU kala itu memerintahkan anak asuhnya berganti jersey yang berwarna biru putih menggantikan jersey abu-abu tadi. Permainan Manchester United berkembang, mereka berhasil mencetak satu gol di babak kedua, namun itu tak menghindarkan mereka dari kekalahan.

“Para pemain tidak suka jersey abu-abu. Mereka tidak bisa melihat satu sama lain ketika mereka mengangkat kepala mereka. Para pemain sendiri yang berkata seperti itu, dan itu bukan takhayul,” ujar Sir Alex setelah pertandingan berakhir.

Berangkat dari kisah tersebut, saya bertanya-tanya dalam hati:

“Kenapa ya Persebaya memilih jersey berwarna abu-abu, padahal warna tersebut sulit terlihat di lapangan kala pemain bergerak?”

Apalagi nomor punggung dan nama pemain menggunakan warna hijau. Melalui siaran replay di televisi yang slow motion saja kita masih sulit melihat warna hijau dalam jersey abu-abu itu, apalagi bagi para pemain sendiri di lapangan.

Abu-abu… kelabu, kelam, sedih, dan… kalah.

Haruskah jersey ini dipakai lagi ke depannya? Masih banyak waktu buat menarik jersey ini dari peredaran, suruh pihak manajemen melalui tim kreatifnya mendesain jersey baru untuk jersey awaynya.

Keledai pun tidak jatuh ke lubang yang sama. (*)

Continue Reading

Jersey

Jersey Homecoming Game 2017, Simbol Penahbisan Sang Kapten Muda Persebaya

Published

on

Rachmat Irianto pasti akan mengingat momen partai eksebisi Homecoming Game melawan PSIS Semarang di pra-musim 2017. Bagaimana tidak, ia seakan menjadi sorotan utama dan protagonista pada pertandingan tersebut.

Anak dari legenda Persebaya Surabaya, Bejo Sugiyantoro itu menyandang status kapten dengan usia yang baru menginjak 17 Tahun saat itu. Sebenarnya ia juga telah menjadi kapten pada laga away di Semarang sebelumnya, ketika Persebaya kalah 1-0 dari tuan rumah.

Namun tentu Homecoming Game 2017 jauh lebih spesial, karena pertandingan itu adalah kali pertama setelah nyaris 4 Tahun Persebaya Surabaya (dengan status tim yang diakui federasi), kembali menjejakkan kaki di ‘rumah’ mereka, Stadion Gelora Bung Tomo (GBT). Selain itu, Rian -sapaan akrab Rachmat Irianto- juga diserahi ‘mandat’ langsung oleh Mat Halil kapten pada pertandingan tersebut (yang pada akhirnya juga merupakan pertandingan terakhir di penghujung karir profesionalnya). Mat Halil sendiri yang melingkarkan ban kapten di lengan Rian, ketika ia digantikan di babak 2.

Lebih sempurna, Rian sendirilah yang mencetak gol tunggal kemenangan dari titik putih kala itu. Mengenakan jersey pra-musim dengan sponsor Jawa Pos di bagian dada, dan nomer 13 di punggung, Rian dengan sempurna mengecoh penjaga gawang PSIS Semarang. Membuat sekitar 55.000 supporter yang hadir bergemuruh. (*)

Continue Reading

Jersey

Nostalgia di Jersey Persebaya Tempoe Doeloe

Published

on

Lapangan Prapat Kurung, Surabaya (24/04/2015), para legenda Persebaya yang menamai tim mereka dengan nama Persebaya Tempoe Doeloe berkumpul untuk mengadakan pertandingan silaturahmi guna memeriahkan acara HUT Petikemas XVI.

Tampak tim yang dihuni para pemain legendaris Bajoel Ijo tersebut menggunakan jersey berwarna hijau dengan tulisan ‘Persebaya Tempoe Doeloe’ dan logo bordir Persebaya di dada.

Pada pertandingan melawan jajaran manajemen yang tergabung dalam tim Pelabuhan FC itu akhirnya dimenangkan oleh Persebaya Tempoe Doeloe dengan skor tipis 3-2.

Nampak beberapa legenda Persebaya yang bergabung dalam tim Persebaya Tempoe Doeloe seperti Maura Hally, Budi Santoso, Nurkiman, Muharram Rusdiana, Budi Johanis, Yusuf Eko Dono, Mat Halil dan banyak lainnya. (*)

Continue Reading

Trending